Pelatih Persija Jakarta, Mauricio Souza, meluapkan kekecewaan besar usai timnya tumbang 1-3 dari Borneo FC dalam lanjutan BRI Liga 1 2025/26. Ia secara terbuka menuding kepemimpinan wasit Nendi Rohaendi sebagai salah satu faktor yang merugikan timnya.
Laga pekan ketujuh di Stadion Segiri itu memang berlangsung panas. Total empat pemain Persija serta Souza sendiri diganjar kartu kuning. Menurutnya, keputusan-keputusan wasit jauh dari standar dan bahkan ia menyebut kinerjanya “memalukan.”
Tetap Apresiasi Lawan
Meski penuh emosi, Souza tetap menunjukkan sportivitas dengan memberikan pujian kepada tim tuan rumah. Ia menilai Pesut Etam memang layak menang dan menyoroti konsistensi luar biasa yang ditunjukkan tim asuhan Fabio Lefundes.
“Pertama-tama, harus saya tegaskan kualitas Borneo FC. Pekerjaan Fabio Lefundes luar biasa,” kata Souza.
“Tidak heran mereka meraih enam kemenangan dari enam laga. Jadi sekali lagi, selamat atas apa yang mereka capai di kompetisi ini,” lanjutnya.
Kritik Tajam untuk Wasit
Setelah memberi apresiasi, Souza langsung menyoroti kinerja wasit. Ia mengeluhkan dua kartu kuning untuk bek kiri dan bek tengah Persija di babak pertama, yang menurutnya tidak memiliki alasan jelas.
“Wasit bermain jauh di bawah standar. Tim kami langsung mendapat kartu di babak pertama,” ucapnya.
“Dia memberikan kartu kuning kepada bek kiri dan bek tengah saya dalam situasi yang sama sekali tidak layak mendapatkannya,” imbuhnya dengan nada kecewa.
Pertanyakan Konsistensi Pengadil
Souza sendiri juga diganjar kartu kuning. Ia mengaku hanya ingin timnya bisa bermain dengan benar, tetapi malah dihukum oleh wasit.
Bahkan, pelatih asal Brasil itu menyinggung soal mentalitas pengelola kompetisi. Menurutnya, tanpa perbaikan, liga akan sulit menghadirkan pertandingan menarik bagi penonton.
“Menurut saya, wasit memalukan. Saya diberi kartu kuning hanya karena dianggap bertanggung jawab atas bangku tim,” tegas Souza.
“Kalau begitu, siapa yang bertanggung jawab atas bangku lawan? Fabio? Mengapa dia tidak mendapat kartu kuning?” sindirnya, mempertanyakan konsistensi sang pengadil.
