Manchester United Dianggap Tertipu oleh Pemainnya Sendiri: Luka Lama yang Belum Sembuh
Manchester United tampaknya masih harus bersabar untuk keluar dari masa kelam pasca-ditinggal sang pelatih legendaris, Sir Alex Ferguson, pada tahun 2013. Sejak saat itu, Setan Merah seperti kehilangan identitasnya sebagai salah satu klub paling disegani di Inggris maupun Eropa.
Tak tanggung-tanggung, klub yang bermarkas di Old Trafford ini sudah menggelontorkan dana fantastis, mencapai sekitar 1,5 miliar pounds atau setara dengan Rp 33 triliun, demi mendatangkan pemain-pemain bintang. Harapannya jelas: mengembalikan kejayaan dan menyaingi rival-rival mereka di papan atas Premier League. Namun, kenyataan di lapangan justru jauh dari kata memuaskan.
Sejumlah rekrutan dengan harga selangit ternyata gagal memenuhi ekspektasi tinggi manajemen maupun para pendukung. Beberapa dari mereka malah menjadi beban klub, baik secara finansial maupun performa. Salah satu contoh terbaru dan paling disorot adalah sosok Antony.
Pemain asal Brasil ini bergabung dengan Manchester United pada 2022 dengan mahar transfer yang sangat mahal, yakni sebesar 82 juta pounds atau sekitar Rp 1,8 triliun. Selain biaya transfer yang menguras kas klub, Antony juga digaji sangat tinggi, mencapai 200 ribu pounds setiap pekan. Angka yang tentu saja membuat banyak pihak berharap bahwa ia akan menjadi kunci penting di lini serang United.
Sayangnya, performa Antony hingga kini dinilai jauh dari harapan. Dalam tiga musim membela Setan Merah, ia hanya mampu mencetak 12 gol dari total 96 penampilan. Angka tersebut sangat kecil jika dibandingkan dengan ekspektasi yang melekat pada seorang pemain yang datang dengan harga selangit. Alhasil, banyak pihak menilai bahwa Manchester United telah ‘ditipu’ oleh pemainnya sendiri: investasi besar, tetapi hasilnya tak sepadan.
Kasus seperti Antony sejatinya bukan pertama kali terjadi di era pasca-Ferguson. United berkali-kali terjebak membeli pemain berlabel bintang yang pada akhirnya gagal bersinar. Hal ini menambah daftar panjang pembelian mahal yang tak kunjung mampu mendongkrak prestasi klub.
Kini, para suporter pun semakin kritis. Mereka mempertanyakan kebijakan transfer yang diambil manajemen dalam beberapa tahun terakhir. Apalagi, dengan kondisi persaingan Premier League yang semakin ketat, setiap kegagalan mendatangkan pemain yang tepat semakin memperlebar jarak United dengan rival-rivalnya.
Masa suram yang dialami Manchester United seolah menjadi cerita berulang yang sulit diakhiri. Meski sudah mengganti pelatih berkali-kali dan mendatangkan sejumlah pemain top, tim ini belum juga menemukan kembali formula kejayaan yang pernah mereka nikmati di bawah asuhan Sir Alex Ferguson.
Pertanyaan terbesar kini adalah: sampai kapan Manchester United akan terus terjebak dalam lingkaran kegagalan transfer ini? Dan apakah ada harapan untuk melihat Setan Merah kembali berdiri kokoh di puncak, seperti masa-masa emas mereka dahulu? Waktu yang akan menjawabnya. Namun yang pasti, kasus Antony menjadi pelajaran berharga betapa mahalnya kesalahan di era sepak bola modern.