Bek legendaris Timnas Indonesia, Charis Yulianto, masih menyimpan kekecewaan mendalam terhadap keputusan PSSI yang mencopot Shin Tae-yong dari jabatan pelatih kepala. Menurutnya, keputusan tersebut menjadi salah satu faktor utama kegagalan Timnas Indonesia dalam upaya lolos ke Piala Dunia 2026.
Charis menilai, sejak awal keputusan mendepak Shin Tae-yong sudah merupakan langkah yang keliru. Ia menyampaikan pandangan tersebut karena memahami secara mendalam karakter kepelatihan serta sistem permainan yang diterapkan pelatih asal Korea Selatan itu.
Pandangan tersebut bukan tanpa dasar. Charis pernah terlibat langsung sebagai asisten pelatih “tamu” di Timnas Indonesia saat Shin Tae-yong menangani skuad Garuda. Momen itu terjadi pada FIFA Matchday Juni 2023, ketika Indonesia menghadapi Argentina dan Palestina.
“Menurut saya, dari pergantian pelatih kemarin sudah gagal. Saya mengikuti semuanya. Pada era pelatih sebelumnya, Coach Shin Tae-yong, saya sempat masuk dalam tim kepelatihan meski hanya dua pertandingan,” ujar Charis, dikutip dari kanal YouTube Greg On A Talk.
Mantan bek andalan Timnas Indonesia periode 2004–2010 itu menegaskan bahwa skuad Merah Putih sejatinya masih memiliki ruang besar untuk berkembang di bawah arahan Shin Tae-yong. Namun, proses tersebut justru dihentikan secara mendadak oleh federasi.
“Saya tahu persis beliau pelatih seperti apa. Pada saat Timnas seharusnya masih bisa tumbuh dan berkembang bersama Coach Shin, proses itu tiba-tiba dihentikan. Menurut saya, itu salah,” imbuhnya.
Alasan Taktikal Shin Tae-yong
Selama mengamati perkembangan Timnas Indonesia di bawah asuhan Shin Tae-yong, Charis mengakui bahwa pendekatan taktik yang diterapkan sudah tepat dan dipikirkan secara matang.
Ia menyayangkan keputusan pemecatan yang datang justru ketika progres permainan Jay Idzes dan rekan-rekan mulai terlihat, terutama di ajang Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia.
“Mungkin bagi saya, ini membuat saya tidak terlalu antusias lagi berbicara soal Timnas. Terlepas dari pergantian pelatih, secara taktikal saya lebih percaya dengan Coach Shin Tae-yong. Semua sebenarnya berjalan dengan baik,” ungkapnya.
“Itulah yang saya sayangkan. Entah menggunakan tiga bek, empat bek, atau skema lainnya, seorang pelatih pasti sudah mempertimbangkan semuanya secara matang,” lanjut Charis, yang mencatatkan 36 caps dan dua gol bersama Timnas Indonesia.
Perubahan yang Belum Terasa
Charis, yang kini telah mengantongi lisensi A AFC, juga menilai filosofi total football yang digadang-gadang akan diterapkan Patrick Kluivert bersama stafnya belum terlihat jelas di lapangan.
Menurutnya, penguasaan bola Timnas Indonesia justru sudah cukup baik pada era Shin Tae-yong, bahkan lebih terstruktur dibandingkan saat ini.
“Soal penguasaan bola dan total football yang sering dibicarakan pengamat atau netizen, menurut saya belum terlihat. Di era pelatih sebelumnya, penguasaan bola Timnas sudah cukup bagus,” kata Charis.
Ia menambahkan bahwa salah satu kekuatan utama Timnas Indonesia di bawah Shin Tae-yong adalah kedisiplinan pemain dalam menjaga struktur permainan, baik saat menyerang maupun bertahan.
“Secara permainan, Timnas punya struktur yang lebih rapi. Secara taktikal, mau pakai berapa bek pun, yang penting ritme dan struktur permainan bisa dijaga,” lanjut bek andalan Timnas Indonesia di Piala Tiger 2004 itu.
Peringatan untuk Masa Depan
Charis berharap kesalahan federasi dalam mengganti pelatih di tengah proses dapat menjadi pelajaran berharga. Ia menilai, jika pola seperti ini terus berulang, maka perkembangan Timnas Indonesia akan terus stagnan.
“Kalau Indonesia terus seperti ini, ketika Timnas sudah mendapat momentum bagus lalu pelatih diputus di tengah jalan padahal sudah on the track, itu akan terus jadi masalah. Lima atau sepuluh tahun ke depan pun kondisinya bisa tetap sama,” pungkasnya.
