Setelah dua tahun meninggalkan Indonesia, Dejan Antonic kembali aktif di sepak bola Tanah Air. Semen Padang menjadi pelabuhan terbaru bagi pelatih asal Serbia ini.
Usai pengalamannya di kompetisi China, pria berusia 56 tahun ini menilai perkembangan sepak bola Indonesia cukup pesat.
“Penyelenggaraan Super League Indonesia lebih rapi dibanding dua tahun lalu saat saya masih melatih di sini. Regulasi makin banyak dan diterapkan secara ketat,” ujar Dejan Antonic usai memimpin Semen Padang pada laga kontra Persik di Kediri.
“Apalagi sudah ada VAR, membuat pertandingan lebih fair. Meski kadang masih menimbulkan perdebatan, tapi secara keseluruhan banyak kemajuannya,” tambahnya.
Perbedaan Era Pemain vs Pelatih
Menurut Dejan, situasi sepak bola kini sangat berbeda dibanding saat ia masih aktif bermain sebelum awal 2000-an.
“Kalau dibanding waktu saya masih main, tentu bedanya jauh,” ucapnya.
“Contohnya pertandingan tadi melawan Persik. Penonton lebih tertib. Dulu saat Persik main di kandang, stadion selalu penuh. Tapi tadi agak sepi.”
“Mungkin karena bukan akhir pekan atau cuaca panas membuat orang malas datang. Tapi saya senang pemain kedua tim punya kualitas yang menarik untuk ditonton.”
Sepak Bola Itu Dinamis
Dejan yang telah merasakan kehidupan sepak bola di Indonesia selama 20 tahun, baik sebagai pemain maupun pelatih, menekankan dinamika dalam olahraga ini.
“Sepak bola di dunia terus dinamis. Banyak perubahan aturan dan muncul generasi pemain muda berbakat,” katanya.
“Saya baru sebulan di Semen Padang, jadi belum banyak memimpin laga. Tapi saya lihat banyak pemain muda berkualitas di Super League. Itu menunjukkan sepak bola Indonesia dinamis.”
“Namun kemajuan tak bisa hanya bergantung pada pelatih dan pemain. Semua pihak harus terlibat, demi kemajuan klub, termasuk Timnas Indonesia.”
Analogi Kehidupan dalam Sepak Bola
Dejan Antonic menganalogikan sepak bola seperti kehidupan sehari-hari: ada yang kaya, ada yang miskin. Hal ini juga berlaku di Super League.
“Sepak bola seperti hidup. Ada klub kaya dan miskin. Klub kaya bisa membeli banyak pemain bagus, sementara klub miskin menyesuaikan belanja sesuai kemampuan finansial mereka,” jelasnya.
“Ada sebelas pemain asing, ada yang setuju, ada yang tidak. Ada yang lebih senang memberi kesempatan pemain lokal. Semua itu sudah berjalan, dan nanti akan terlihat pengaruhnya untuk sepak bola Indonesia. Aturan ini bisa diteruskan atau disesuaikan.”
Klub Super League Harus Meniru Timnas Indonesia
Lebih lanjut, Dejan menekankan bahwa seperti Timnas Indonesia yang dituntut berprestasi di level internasional, klub-klub di Super League juga harus mampu bersaing di panggung regional dan global.
“Timnas Indonesia punya target berprestasi di Asia hingga dunia. Klub-klub juga harus punya visi sama, mengikuti turnamen antarklub regional ASEAN, Asia, hingga dunia,” ujarnya.
