Rochi Putiray Nilai Kegagalan Timnas Indonesia ke Piala Dunia 2026 karena Kurang Sabar Jalani Proses

Jakarta – Mantan penyerang Timnas Indonesia, Rochi Putiray, menilai kegagalan skuad Garuda lolos ke Piala Dunia 2026 bukan semata karena faktor teknis di lapangan. Menurutnya, masalah utama justru terletak pada kurangnya kesabaran dan konsistensi dalam menjalankan proses pembinaan di tubuh federasi sepak bola nasional.

Seperti diketahui, Indonesia gagal melangkah ke putaran selanjutnya setelah kalah dari Arab Saudi dan Irak di babak keempat kualifikasi zona Asia. Hasil tersebut membuat tim Merah-Putih terpuruk di dasar klasemen Grup B dan gagal melaju, bahkan melalui jalur play-off.

Kegagalan ini juga berujung pada berakhirnya masa kerja Patrick Kluivert dan jajaran pelatihnya, yang tak lama kemudian resmi dilepas oleh PSSI.

Dalam wawancara di kanal YouTube Iluminar pada Sabtu (8/11/2025), Rochi mengulas beberapa poin penting di balik kegagalan tersebut dan memberikan pandangan jujur mengenai situasi sepak bola nasional saat ini.


“Kita Belum Sabar Menjalani Proses”

Menurut Rochi, budaya “instan” masih melekat dalam cara kerja pengurus sepak bola di Indonesia, termasuk dalam hal manajemen pelatih dan pembinaan tim nasional.

“Salah satu hal terpenting itu kesabaran. Artinya, manajemen dan pengurus harus bisa lebih sabar saat menjalankan program jangka panjang,” ujar Rochi.
“Tidak ada yang instan. Kalau sudah memilih pelatih, seharusnya diberi waktu sampai hasilnya terlihat. Tapi yang terjadi sekarang, kita belum bisa melewati proses itu,” lanjutnya.

Rochi menyoroti pergantian pelatih yang terlalu cepat, dari Shin Tae-yong ke Patrick Kluivert, sebagai contoh nyata kurangnya kontinuitas. Padahal, di bawah Shin, Timnas Indonesia sempat mencatat kemajuan signifikan dalam lima tahun terakhir.


Materi Pemain Sudah Cukup, Mental Belum Siap

Meski gagal lolos, Rochi menilai bahwa skuad Garuda sejatinya memiliki potensi besar. Dengan banyaknya pemain keturunan Indonesia yang tampil di Eropa, kualitas individu bukan lagi masalah utama.

Beberapa nama seperti Jay Idzes (Sassuolo), Kevin Diks (Mönchengladbach), Calvin Verdonk (Lille), dan Miliano Jonathans (Utrecht) menunjukkan bahwa Indonesia kini punya pemain dengan pengalaman internasional.

“Masalahnya bukan soal layak atau tidak layak, tapi kesiapan mental. Federasi juga harus siap mengelola tim ini dengan benar,” jelas Rochi.
“Dengan materi yang ada, mereka sebenarnya sudah luar biasa. Yang membuat gagal bukan pemainnya, tapi cara kita mengurus proses itu sendiri,” tambahnya.


Tantangan Adaptasi Pelatih

Sebagai mantan pemain yang pernah membela Indonesia di berbagai ajang internasional, Rochi juga menyoroti pentingnya waktu bagi pelatih untuk beradaptasi. Ia menilai tidak realistis mengharapkan hasil besar dari pelatih yang baru bekerja beberapa bulan.

“Bagaimana mau berharap tim hebat kalau pelatih baru bekerja enam bulan? Shin Tae-yong saja butuh waktu lima tahun untuk membangun tim ini,” ujarnya.

Ia juga menyinggung soal kendala komunikasi yang sering dijadikan alasan kegagalan adaptasi. Menurutnya, itu bukan faktor utama, melainkan soal pemahaman karakter pemain dan waktu membentuk kedekatan.

“Shin Tae-yong bisa beradaptasi meski ada kendala bahasa. Sementara Kluivert yang bahasanya sama pun kesulitan karena belum sempat menyatu dengan tim,” jelasnya.


Evaluasi dan Harapan ke Depan

Rochi berharap kegagalan kali ini bisa dijadikan pelajaran penting bagi PSSI dan seluruh pihak yang terlibat dalam pengembangan sepak bola nasional. Ia menegaskan, kesuksesan tidak bisa diraih tanpa kesabaran dan komitmen terhadap proses jangka panjang.

“Kita harus belajar bahwa membangun tim itu butuh waktu. Kalau setiap kali gagal langsung ganti pelatih, kapan kita bisa punya fondasi kuat?” tutupnya.

Mungkin Anda Menyukai