Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC) kembali menjadi sorotan tajam. Keputusan menunjuk Arab Saudi dan Qatar sebagai tuan rumah babak keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia menimbulkan kritik luas dari publik dan sejumlah federasi anggota. Pasalnya, kedua negara juga menjadi peserta babak tersebut, yang memunculkan dugaan pelanggaran prinsip netralitas kompetisi.
Keputusan ini dinilai memberikan keuntungan terselubung bagi Qatar dan Arab Saudi, sekaligus merugikan tim-tim lain—termasuk Indonesia, satu-satunya wakil Asia Tenggara di babak ini. Artikel ini mengupas kegagalan AFC dalam menjaga keadilan kompetisi, serta dampaknya bagi para peserta.
Netralitas AFC: Janji yang Terabaikan?
AFC selama ini dikenal mengedepankan prinsip netralitas dalam turnamen resmi kawasan. Netralitas tersebut dimaksudkan untuk memastikan bahwa semua negara peserta berlaga dalam kondisi yang setara.
Namun, laporan Reuters menyebut bahwa AFC telah resmi menunjuk Arab Saudi dan Qatar sebagai tuan rumah babak keempat. Padahal, keduanya masih berstatus sebagai peserta yang akan bertanding di babak tersebut. Langkah ini pun menimbulkan tanda tanya besar terkait konsistensi AFC dalam menegakkan netralitas.
The Sun pernah melaporkan bagaimana AFC memindahkan pertandingan antara Korea Utara dan Arab Saudi ke Laos demi menjamin netralitas dan keamanan. Itu menunjukkan bahwa AFC memiliki rekam jejak dalam mencari venue netral. Maka, muncul pertanyaan: mengapa kali ini negara seperti Jepang, yang tidak ikut babak keempat, tidak dipilih sebagai tuan rumah?
Alasan Pemilihan Qatar dan Arab Saudi
AFC berdalih bahwa alasan utama penunjukan Qatar dan Arab Saudi adalah karena kualitas infrastruktur kelas dunia yang dimiliki kedua negara. Qatar, misalnya, telah sukses menyelenggarakan Piala Dunia 2022, dan Arab Saudi akan menjadi tuan rumah Piala Dunia 2034. Fasilitas modern, logistik matang, dan rekam jejak penyelenggaraan turnamen besar menjadi pertimbangan utama AFC.
Namun, alasan ini tidak cukup meredam kritik. AFC dianggap gagal menjaga kesetaraan kompetitif, karena tuan rumah mendapatkan keuntungan besar—mulai dari dukungan penonton, iklim familiar, hingga pengaruh non-teknis lainnya. Apalagi, proses bidding tidak dilakukan secara transparan, membuat federasi lain seperti Irak dan Oman mempertanyakan integritas pengambilan keputusan tersebut.
Dampaknya bagi Timnas Indonesia
Indonesia yang lolos ke babak keempat untuk pertama kalinya dalam sejarah, terancam menghadapi tantangan berat. Sebagai tim dengan peringkat FIFA terendah di antara peserta lainnya, Garuda dipastikan akan bertemu salah satu tuan rumah dalam fase grup: Arab Saudi atau Qatar.
BBC mencatat bahwa keunggulan bermain di kandang dapat memberi dampak signifikan terhadap hasil pertandingan. Hal ini tentu akan memberatkan Indonesia, yang harus tampil dalam tekanan stadion penuh pendukung lawan.
Pengundian grup akan dilaksanakan pada 17 Juli 2025 di Osaka, Jepang, dan akan menentukan nasib Garuda. Hasil undian akan sangat krusial dalam menentukan apakah Indonesia memiliki peluang realistik untuk melaju ke Piala Dunia 2026 atau harus kembali berjuang di jalur playoff.
Kesimpulan
Penunjukan Arab Saudi dan Qatar sebagai tuan rumah babak keempat kualifikasi menguak kembali pertanyaan lama tentang komitmen AFC terhadap netralitas dan keadilan. Kritik tajam pun mengalir dari berbagai kalangan, karena keputusan ini berpotensi mencederai semangat sportivitas yang menjadi dasar penyelenggaraan turnamen internasional.
Jika AFC tidak segera memperbaiki transparansi dan konsistensi dalam pengambilan keputusan, kepercayaan publik terhadap otoritas sepak bola Asia bisa terus terkikis.