5 Alasan Performa Liverpool Merosot Drastis Musim 2025/2026: Dari Duka Diogo Jota hingga Salah Strategi Transfer

Awal musim 2025/2026 seolah menjadi babak baru penuh optimisme bagi Liverpool. Banyak yang memprediksi tim asuhan Arne Slot itu akan kembali melenggang mulus menuju gelar Premier League berikutnya.
Start mereka memang nyaris sempurna—memenangi lima laga awal liga dan dua pertandingan di ajang lain. Bahkan, mereka sempat menumbangkan Arsenal, pesaing utama, di pekan ketiga.

Namun, grafik performa itu tiba-tiba anjlok. Setelah kekalahan 2–3 dari Brentford, Liverpool terperosok ke dalam empat kekalahan beruntun di Premier League—catatan suram yang hanya empat kali terjadi sepanjang sejarah klub.

Ironisnya, jumlah kekalahan itu sudah menyamai total kekalahan mereka sepanjang musim lalu, saat menjuarai liga dengan empat laga tersisa.
Lebih buruk lagi, The Reds baru saja tersingkir dari Carabao Cup usai kalah telak 0–3 dari Crystal Palace, padahal musim lalu mereka berhasil menembus final.


1. Perubahan Terlalu Cepat

Usai musim gemilang, Liverpool langsung melakukan perombakan besar-besaran. Klub mendatangkan sederet bintang muda Eropa seperti Florian Wirtz, Alexander Isak, dan Hugo Ekitike—bahkan dua kali memecahkan rekor transfer internal.
Namun, kedatangan mereka diiringi kepergian pemain penting: Luis Díaz, Darwin Núñez, dan Harvey Elliott, yang semuanya dilepas dengan nilai tinggi.

Langkah ini terlihat ambisius, tetapi membawa risiko besar. Ketidakseimbangan mulai terasa dalam sistem permainan Slot.

“Perubahan memang butuh waktu,” ujar Arne Slot setelah kekalahan dari Brentford. “Tapi empat kekalahan beruntun? Itu jelas di luar dugaan.”


2. Lini Belakang yang Rapuh

Masalah terbesar Liverpool justru bukan di lini depan, melainkan di pertahanan.
Kepergian Trent Alexander-Arnold ke Real Madrid dan penurunan performa Andrew Robertson membuat keseimbangan permainan Slot terganggu.
Alexander-Arnold dulu berperan layaknya quarterback—pengatur tempo dari belakang. Penggantinya, Jeremie Frimpong, memiliki gaya berbeda: lebih menyerang dan kerap meninggalkan ruang di lini belakang.

Menurut analis taktik sepak bola Josh Williams, Liverpool “melangkah keliru di bursa transfer.”
“Di atas kertas skuad ini tampak menarik, tapi di lapangan mereka kehilangan harmoni,” ujarnya.


3. Pergeseran Tren di Premier League

Perubahan arah permainan di Premier League juga berpengaruh besar.
Saat Liverpool berupaya memperkuat permainan pendek dan kombinasi cepat, banyak tim justru beralih ke gaya langsung dan fisikal, mengandalkan umpan panjang serta situasi bola mati—sesuatu yang kini sulit diantisipasi tim Slot.

“Musim lalu, Liverpool masih mampu mengatasi tren fisikal dan tetap juara,” kata Neil Atkinson, CEO The Anfield Wrap. “Tapi cepat atau lambat, arah permainan liga memang menuju ke sana.”

Slot pun mengakui kelemahan itu secara terbuka:
“Tim-tim lawan sudah menemukan cara efektif menghadapi kami, dan sejauh ini kami belum menemukan jawabannya.”


4. Luka Mendalam Sepeninggal Diogo Jota

Di balik krisis performa ini, ada luka emosional yang belum sembuh.
Tragedi meninggalnya Diogo Jota pada Juli lalu akibat kecelakaan mobil bersama sang adik, Andre Silva, meninggalkan duka mendalam di Merseyside.

Kapten Virgil van Dijk sudah memperingatkan sejak awal musim bahwa kehilangan itu akan berdampak besar.
“Kami harus melewati ini bersama-sama,” ucapnya penuh empati.

Setiap menit ke-20 di Anfield, lagu penghormatan untuk Jota masih berkumandang—menghormati nomor punggung yang pernah ia kenakan.
Pada laga pembuka melawan Bournemouth, Mohamed Salah bahkan tampak menahan air mata saat ikut bertepuk tangan mengikuti chant tersebut.


5. Salah Kehilangan Sentuhan Magis

Salah, yang musim lalu menjadi top skor dan top assist Premier League, kini seperti kehilangan sentuhannya. Gol pertamanya dari permainan terbuka baru tercipta saat kekalahan di Brentford pekan lalu.

Kehilangan Jota bukan hanya pukulan emosional, tetapi juga teknis.
Sang penyerang Portugal dikenal sebagai finisher alami yang mampu mencetak gol dari peluang sekecil apa pun.

“Tragedi itu berpengaruh besar, bukan hanya secara emosional tapi juga taktis. Liverpool kehilangan pencetak gol instingtif,” jelas Atkinson.

Slot mencoba membangkitkan semangat tim dengan menjadikan sosok Jota sebagai inspirasi.
“Lakukan seperti yang Diogo lakukan—saat segalanya sulit, berjuang sedikit lebih keras dan jangan pernah berhenti mencoba,” tulisnya dalam pesan internal tim.


Harapan yang Masih Menyala

Meski situasi tampak berat, peluang Liverpool belum sepenuhnya padam.
Dalam sejarah Premier League, beberapa tim pernah bangkit dari ketertinggalan tujuh poin untuk merebut gelar juara. Selain itu, performa mereka di Liga Champions masih cukup positif, dengan dua kemenangan dari tiga laga awal.

Namun, satu hal pasti: untuk bangkit, Arne Slot dan para pemainnya harus menemukan kembali keseimbangan, semangat, dan identitas permainan yang dulu membuat Liverpool begitu ditakuti.

Jika tidak, musim yang diawali dengan impian mempertahankan gelar bisa berubah menjadi kisah peringatan tentang betapa tipisnya batas antara kejayaan dan kejatuhan di sepak bola modern.

Mungkin Anda Menyukai